Selasa, 01 Januari 2013

Sikap Mulia Ketika Dihina

Sikap Mulia Ketika Dihina
H. ARWANI AMIN, LC

Siapa orang yang tidak pernah dihina? Mungkin tidak ada. Jangankan orang yang benar-benar hina, orang yang paling muliapun tak luput dari penghinaan. Yaitu nabi kita Muhammad saw. Ia pernah dituduh sebagai  tukang sihir, pemecah belah persatuan, orang gila, pendusta, dan tudahan-tuduhan miring lainnya. Sampai-sampai, istri beliau – Aisyah binti Abu bakr – pernah diisukan berbuat selingkuh.  Oleh siapa? Oleh orang-orang munafik dan sebagian kaum muslimin  yang termakan isu.

Oleh sebab itu, jangan tergores kebahagiaan Anda hanya karena dihina. Dan, jangan biarkan hati menjadi keruh dan jangan biarkan hidup menjadi pahit karenanya. Telaga yang luas itu, airnya tidak mudah berubah rasanya. Dan lautan yang dalam itu tidak akan menjadi keruh karena lemparan batu.

Berbahagialah orang yang tetap mimiliki sikap mulia walau sedang dihina. Dalam hal ini, Syaikh Aidh al-Qarni telah menawarkan tujuh pilihan cerdas, sebagai modal utama kita untuk menjadi orang-orang yang berjiwa besar dan berlimpah bahagia.  

1.       Maafkan

Kita senang dimaafkan, bila kita bersalah. Setidaknya hal ini cukup menjadi alasan bagi kita untuk memaafkan saudara kita. Apa ruginya menyenangkan orang lain dengan cara memaafkannya? Apalagi memaafkan itu terhitung shadaqah. “Siapa yang memafkan dan berbuat baik, maka pahalanya ditanggung Allah” (Qs. As-Syra/42:40)

Memaafkan itu sikap mulia. Terlebih di saat Anda mampu membalas. Ingatlah, saat Anda berbuat maksiat, sesungguhnya Allah maha kuasa mengadzab Anda seketika itu juga. Namun Allah memiliki sifat “Pemaaf dan suka memaafkan”. Ia mengampuni hambanya yang  bertaubat dan memperbaiki diri.

Kokohkan keperibadian dan gapailah derajat mulia dengan memberi maaf. Bergabunglah dengan kafilah orang-orang bertaqwa yang dipimpin oleh para nabi dan rasul Allah. Diantara ciri utama mereka adalah mau memaafkan sesama. Alqur’an menyebutkan:

وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ

“dan orang-orang yang memaafkan sesama” (Qs. Ali Imran /3:134).

2.       Padamkan Api Permusuhan

Jangan membalas penghinaan dengan penghinaan. Jangan membalas kata-kata kotor dengan yang sama. Karena hal itu akan semakin mengobarkan kebencian dan permusuhan. Lidah, dua bibir, dan pita suara itu nikmat besar dari Allah. Muliakanlah anugerah tersebut. Gunakan untuk berkata baik. Kalau tidak bisa, karena kebencian dan luapan amarah umpamanya, maka lebih baik diam. Dengan begitu, kita selamat dari penyesalan di kemudian hari.

Kalau ada cara yang baik untuk menjawab, dan ada cara yang lebih baik, maka jangan gunakan cara yang baik, tapi gunakan cara yang lebih baik. Karena sesungguhnya setan itu menyukai kalimat-kalimat penghinaan untuk menebarkan permusuhan. Tutuplah rapat-rapat celah ini agar pesaudaraan dan ukhuwah tetap terjaga. Allah berfirman:

وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا

“Dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik.  Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. (Qs. Al-isra/ 17: 53).

3.       Sadari Kesalahan

Celaan dan hujatan orang yang membenci kita, boleh jadi lebih jujur dibanding kawan yang suka memeuji-muji kita untuk menjilat atau mencari muka. Kata imam Ghazali, diantara cara untuk mengetahui kesalahan dan aib diri sendiri adalah dengan  mendengarkan komentar-komentar musuh. Karena, biasanya musuh itu mencari-cari kesalahan sampai yang sekecil-kecilnya. Siapa tahu ada komentarnya yang benar.

Umar bin Khattab pernah mengatakan: “Semoga Allah mengasihi orang yang menunjukkan aib-aibku kepadaku”. Selain itu, kalau Anda menganggap penghinaan itu sebagai musibah, maka ketahuilah bahwa tidaklah musibah itu menimpa kita melainkan disebabkan dosa dan kesalahan kita, baik yang kita sadari atau tidak kita sadari. Lebih baik kita perbanyak istighfar dan memperbaiki diri. Allah swt berfirman:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kalian, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).(Qs. As-Syura/ 42:30).

Ya, sebagian besar kesalahan kita dimaafkan oleh Allah. Apa jadinya kalau Allah tidak memaafkan? Tentu lebih banyak lagi musibah yang menimpa kita.

4.       Raihlah Ampunan

Ada kabar gembira dari rasulullah saw untuk orang-orang yang sabar menghadapi gangguan. Yaitu penghapusan terhadap sebagian dari dosa-dosanya. Bukankah penghinaan itu merupakan gangguan?  Mari kita sikapi dengan kesabaran dan raihlah ampunan dari Allah...!  Rasulullah saw bersabda:

مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ، وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمِّ، وَلاَ حُزْنٍ، وَلاَ أَذًى، وَلاَ غَمِّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا؛ إِلاَّ كَفَّرَ الله بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesedihan,  gangguan,  atau kegelisahan, hingga terkena duri, melainkan dengannya Allah menghapuskan diantara dosa-dosanya” (Hr. Bukhari dan Muslim).

5.       Sikapi dengan Ridha

Tidak ada satupun kejadian yang luput dari pantauan Allah dan ketentuannya. Semua terjadi dengan izinNya. Penghinaan yang telah menimpa kita, bukan salah alamat. Allah menggiringnya kepada kita untuk menguji kita dan membersihkan kita dari karat-karat yang mengotori. Seperti logam, bila dipanaskan maka akan menjadi jelas mana yang emas dan mana yang besi rongsokan.

Allah maha bijaksana. Allah maha adil. Allah maha tahu apa yang baik buat kita. Maka dari itu, kita sikapi ketentuan dan takdirnya dengan penuh keridhaan hati. Rasulullah saw bersabda:

وَاعْلَمْ : أنَّ مَا أَخْطَأكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبكَ ، وَمَا أصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ

“Ketahuilah, bahwa apa yang luput darimu memang sudah seharusnya tidak menimpamu. Dan apa yang telah menimpamu, sudah seharusnya tidak luput darimu” (Hr. Baihaqi; Shahih).

6.       Bersyukurlah

Kok? Masak kita dihina dan dicerca malah bersyukur? Silakan pilih mana yang lebih engkau sukai, menjadi tukang mengolok-olok atau menjadi orang yang diolok-olok? Menjadi pencuri sendal atau yang dicuri sendanya?. Ya, kita bersyukur kepada Allah yang menjauhkan kita dari perilaku caci maki. Karena orang yang suka mengumpat dan mencaci maki akan menuai kesengsaraan. Allah swt berfirman:

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”.(Qs. Al-humazah/104:1)

7.       Kasihani Dia

Orang yang banyak menyakiti sesama perlu dikasihani. Sebab, perlikaunya tersebut akan mencelakakan dirinya. Bila kita bisa membantu untuk menyembuhkan penyakit mentalnya, lakukanlah. Maka dari itu, tetap berbuat baiklah kepadanya, sebagaimana Abu Bakr tetap menyantuni orang yang pernah ikut-ikutan menuduh Aisyah binti Abu Bakr berbuat zina.

Nabi Yusuf as tidak menaruh dendam kepada saudara-saudaranya yang pernah membuangnya ke dalam sumur. Di saat mereka kesulitan ekonomi dan bertemu kembali dengan nabi Yusuf yang waktu itu menjadi pejabat tinggi di Mesir sebagai bendahara negara, ia berkata kepada mereka:

لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

"Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian. Mudah-mudahan Allah mengampuni kalian, dan Dia adalah Maha Penyayang diantara Para Penyayang". (Qs. Yusuf/12: 92).

Begitulah orang-orang besar. Sikapnya tetap mulia walau dihina. Mari bergabung dengan mereka.

Senin, 18 Juni 2012


Menikmati Syukur

Apresiasi

Sudah seharusnya, kita mensykuri setiap nikmat yang kita terima. Karena dengan syukurlah, kita bisa menikmati nikmat. Tanpa syukur, nikmat sebesar apapun tidak terasa nikmat. Dengan demikian, syukur itu merupakan nikmat di atas nikmat. Untuk itu, marilah kita nikmati syukur.
Mengapresiasi nikmatnya syukur, Ibnul Qayyim mengatakan:
فَنِعْمَةُ الشُّكْرِ أَجَلُّ مِنء نِعْمَةِ الْمَالِ وَالْجَاهِ وَالْوَلَدِ وَالزَّوْجَةِ وَنَحْوِهَا
“Nikmat syukur itu lebih besar dibanding nikmat harta, kedudukan, anak, istri dan sejenisnya”. Dalam pepatah hikmah juga dikatakan:
قِيمَةُ كُلِّ نِعْمَةٍ شُكْرُهَا
“Nilai tiap-tiap nikmat adalah syukurnya”. Maksudnya, berapa besar nilai nikmat yang kita terima? untuk mengetahuinya, lihatlah seberapa besar syukur kita. Besarnya syukur membuat nikmat yang kita terima menjadi bernilai tinggi. Sebaliknya, sedikitnya syukur menjadikan nikmat kurang bernilai, atau bahkan tidak bernilai sama sekali, karena tidak disyukuri.
Tidaklah mengherankan kalau kemudian Abu Hazim mengatakan:
فَإِذَا وَفََّقَ اللهُ عَبْدَهُ لِلشُّكْرِ عَلَى نِعَمِهِ الدُّنْيَوِيَّةِ بِالْحَمْدِ أَوْ غَيْرِهِ مِنْ أَنْوَاعِ الشُّكْرِ كَانَتْ هَذِهِ النِّعْمَةُ خَيْرًاً مِنْ تِلْكَ النِّعَمِ وَأَحَبَّ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْهَا
“Kalau Allah memberi taufiq kepada hambaNya untuk mensyukuri nikmat-nikmat duniawi, baik dengan hamdalah atau bentuk syukur lainnya, maka nikmat syukur ini lebih baik dan lebih dicintai Allah dibanding nikmat-nikmat tersebut”. Itulah sentuhan syukur yang membuat segalanya bernilai tinggi. Maka jadikanlah syukur sebagai selera hidup kita.
Lalu, bagaimana caranya kita menikmati syukur?
  
1.       Kenali Nikmat

Ini langkah pertama dan sekaligus modal utama. Kenali nikmat-nikmat yang kita terima. Seorang anak di sekolah dasar, ketika saya minta menyebutkan satu nikmat saja yang ia terima, jawabnya sungguh luar biasa. Ia katakan “Alhamdulillah, saya masih hidup”. Subhanallah, ia mengingatkan kepada kita bahwa hidup itu sendiri merupakan nikmat, dan cukup menjadi alasan untuk mengucapkan alhamdulillah, bersyukur kepada Allah.
Untuk mengenal nikmat pemberian Allah, dari yang besar hingga yang kecil, kita perlu meluangkan waktu untuk merenung. Degan merenung atau tafakkur sesaat, kita bisa berfikir lebih jernih hingga bisa mengenali nikmat-nikmat yang ada pada diri kita, walaupun tidak akan mampu menjumlah berapa totalnya karena tak terhitung banyaknya. Allah swt berfirman:
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
“Jika kalian menghitung nikmat Allah, kalian tidak mampu mengetahui jumlahnya. Sesungguhnya Allah maha pengampun dan maha penyayang”(QS. Annahl/16: 18).
   
2.       Kenali Pemberinya

Bumi tempat kita berpijak, dan angkasa raya yang melingkupinya, tidaklah ada dengan sendirinya. Semuanya Allah ciptakan untuk manusia. Janganlah kita mengecap nikmat, tapi lupa pemberinya. Allah swt berfirman:
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
“Tidakkah kalian perhatikan bahwa sesungguhnya Allah telah menundukkan kepada kalian apa yang di langit dan di bumi, dan menyempurnakan nikmatnya kepada kalian, baik yaang tampak maupun tersembunyi” (Qs. Luqman/31:20).
Bahkan, orang-orang yang Allah takdirkan menjadi saluran nikmat hingga sampai kepada kita, kita-pun harus berterimakasih kepadanya. Ini yang disebut tahu budi. Siapa yang tidak brterimakasih kepada sesama, ia bukanlah orang yang bersyukur kepada Allah.
  
3.       Akui Pemberian

Setelah mengenal nikmat dan mengenal pemberinya, selanjutnya jangan lupa kita mengakuinya. Kalau sekiranya seluruh manusia dan jin bersatu padu untuk memberikan manfaat kepada kita, tidaklah akan sampai kepada kita kecuali manfaat yang dikehendaki oleh Allah. Singkatnya, semua nikmat itu datangnya dari Allah. Dalam alqur’an disebutkan:
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Dan nikmat yang ada pada kalian adalah semata-mata dari Allah”(Qs. Annahl/16:53)
Akui dari hati yang paling dalam, bahwa semua nikmat ini adalah pemberian Allah. Hadza min fadhli rabbi, ini semua anugerah Tuhanku. Janganlah termasuk orang yang inkar nikmat seperti yang disebut dalam alquran “mereka mengenal nikmat Allah, lalu mengingkarinya” (Qs. An-nahl/16:83). Jangan pula seperti Qorun yang menuhankan ilmu pengetahuannya. Ia mengklaim bahwa semua harta kekayaannya adalah lantaran kehebatan ilmu dan teknologi yang ia miliki. Ia menepuk dada dan mengatakan “Ini semua, aku peroleh karena ilmu yang aku miliki” (Qs. Al-qasash/ 28: 78). 

4.     Senang dengan Pemberian

Menginginkan pemberian yang lebih besar itu sah. Apa artinya kita meningkatkan usaha, kalau bukan mengharap hasil yang lebih besar? dan apa artinya kita berdoa siang malam, kalau bukan mengharap bertambahnya nikmat?. Akan tetapi, ini tidak berarti kita boleh mengecilkan pemberian yang ada, atau kurang senang dengan nikmat yang sudah kita terima. Sikap kita adalah senang, ridha dan qana’ah  dengan nikmat yang sudah kita terima, dan berusaha untuk menmeroleh tambahan nikmat yang lebih besar. Begitulah cara orang cerdas menggapai kebahagiaan.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ لَمْ يَشْكُرْ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرْ الْكَثِيرَ وَمَنْ لَمْ يَشْكُرْ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرْ اللَّهَ التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهَا كُفْرٌ وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
“Siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, ia tdak mensyukuri yang banyak. Siapa yang tidak berterimakasih kepada sesama manusia, ia tidak bersyukur kepada Allah. Membicarakan nikmat itu syukur, dan enggan membicarakannnya adalah kufur. Berjamaah itu rahmat, sedangkan cerai berai itu adzab” (Hr. Ahmad; Hasan).
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anugerah.
Tetap jalani hidup ini
Lakukanlah yang terbaik.
Bait lagu ini sering kita dengar. Mengajak kita selalu bersyukur dan optimis dan bahagia menjalani kehidupan. 

5.       Ucapkan Syukur

Nyatakan...! Ekspresikan...! dan tampakkan bahwa Allah telah memberi kita banyak nikmat. Allah suka melihat ekspresi hambaNya yang menunjukkan bahwa ia telah mendapat nikmat. Ketika kita bertemu dan saling menanyakan keadaan, jawablah terlebih dahulu dengan “Alhamdulillah”, lalu sebutkan nikmat, seperti “sehat walafiat” umpamanya. Jangan menjadi orang, yang setiap kali kita berjumpa dengannya, ia selalu mengeluh. Ini bukan type orang bahagia. Bukan type orang yang bersyukur.
Inilah contoh ekspresi syukur dengan ucapan hamdalah. Rasulullah saw bersabda:
 إنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنِ العَبْدِ أنْ يَأكُلَ الأَكْلَةَ ، فَيَحمَدَهُ عَلَيْهَا ، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ ، فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
“Seungguhnya Allah ridha terhadap hamba, ia makan lalu memuji Allah atasnya, atau dia minum lalu memuji Allah atasnya” (Hr. Muslim). Makanlah..., lalu ucapkan alhamdulillah. Allah tentu ridha padamu. Minumlah..., lalu ucapkan alhamdulillah, niscaya Allah bertambah ridha padamu. Adakah yang lebih besar dibanding ridha Allah? Tidak. Wa ridhwanun minallahi akbar. Ridha dari Allah itu lebih besar. 

6.       Gunakan dalam Ketaatan

Nikmat-nikmat yang kita terima merupakan tali kasih sayang Allah yang disambungkan kepada kita. Pantaskah kita membalasnya dengan menyambungkan tali kedurhakaan kepadaNya? Lalu kita gunakan nikmat pemberianNya dalam rangka berbuat maksiat kepadaNya? dan menerjang larangan-laranganNya?
Kita tidak menggunakan nikmat pemberian untuk berbuat maksiat kepadaNya. Itulah syukur. Kita gunakan nikmat yang ada untuk semakin mendekatkan diri dan taat kepadaNya. Seorang ulama, Abu Hazim, mengatakan:
 كُلُّ نِعْمَةٍ لَا تُقَرِّبُ مِنَ اللهِ فَهِيَ بَلِيّةٌ
“Setiap kenikmatan yang tidak membuaat dekapt kepada Allah adalah musibah”.
Ya, kita jadikan semua nikmat yang ada sebagai jembatan untuk mendaki ketinggian martabat di sisi Allah. Sungguh, syukur itu menjadi pengikat nikmat yang ada, dan sekaligus penggaet nikmat yang belum kita peroleh. Janji Allah “Jika kalian bersyukur, pasti aku tambah nikmat kepada kalian” (Qs. Ibrahim /14: 7). Nikmati syukur.

Mari Ziarah Kubur

       Bukan setahun sekali, melainkan kapan saja kita dianjurkan ziarah kubur. Bahkan di malam haripun tidak mengapa, karena rasulullah saw juga pernah melakukannya di malam hari. Ya, ziarah kurbur memang disyariatkan oleh Islam, sehingga kita perlu mengagendakannya dari waktu ke waktu. Kita bisa menziarahi kuburan kaum muslimin yang terdekat dengan tempat tinggal kita, walaupun tidak ada keluarga kita yang dikuburkan di sana. 
       Banyak manfat yang bisa diperoleh dari ziarah kubur, baik bagi yang berziarah maupun bagi ahli kubur yang diziarahi. Untuk itu, kita perlu memahami adabnya agar ziarah tidak sia-sia, dan agar ziarah kita mendapat pahala bukan dosa.

1.       Mengingat Akhirat
       Kapan terakhir Anda ziarah kubur? Kalau hati terasa keras tak kunjung lunak, gersang dan kering kerontang, sehingga  tanaman kebaikan sulit tumbuh padanya, maka salah satu sebabnya mungkin sudah lama tidak ziarah kubur. Mengapa? Karena ziarah kubur itu mengingatkan kita kepada akhirat, yang berawal dari kematian, masuk alam kubur, hari kebangkitan, perhitungan amal baik dan buruk dan akhirnya masuk surga atau neraka.
       Raulullah saw bersabda:
زُورُوا الْقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْمَوْتَ
”Lakukanlah ziarah kubur, karena ia mengingatkan kalian akan kematian” (Hr. Muslim).
       Orang yang Anda ziarahi kuburnya, mungkin umurnya jauh lebih muda dibanding Anda. Berarti kematian bisa menimpa orang pada usia kapan saja, tidak harus menunggu tua. Bayangkan kalau Anda dalam posisi dia di dalam kubur, apa yang Anda harapkan? Dan apa yang Anda sesali?. Alhamdulillah, saat ini harapan belum tertutup dan penyesalan masih berguna. Segeralah bertaubat, jangan ditunda-tunda. Semangatlah beribadah dan amal shalih. Buang jauh kemalasan. 

2.       Doakan Mayit
       Di saat kedua orang tuamu sudah dikubur berkalang tanah, mereka tidak bisa lagi beramal shalih, dan tidak ada kesempatan lagi untuk bertaubat dan mohon ampun kepada Allah atas dosa-dosanya. Tapi, Anda bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk mereka, antara lain doa. Ya, doa orang yang masih hidup itu bermanfaat untuk orang yang sudah mati. Maka dari itu, sebelum dikuburkan, kita diperintahkan menshalatkannya. Bukankan shalat janazah itu mendoakan mayit?
       Ada beberapa contoh doa yang pernah diucapkan rasulullah saw ketika ziarah kubur. Antara lain:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنينَ وَالمُسلمينَ ، وَإنَّا إنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ ، أسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ العَافِيَةَ
“Kedamaian untuk kalian, wahai kaum mukminin dan muslimin penghuni kubur. Sesungguhnya kami –insyaAllah- akan menusul kalian. Kami mohonkan kepada Allah keselamatan untuk kami dan kalian” Ihr. Muslim)
السَّلامُ عَلَيْكُمْ يَا أهْلَ القُبُوْرِ ، يَغْفِرُ اللهُ لَنَا وَلَكُمْ ، أنْتُمْ سَلَفُنَا وَنَحْنُ بِالْأثَرِ
“Kedamaian untuk kalian, wahai ahli kubur. Semoga Allah mengampuni kami dan mengampuni kalian. Kalian mendahului kami, dan kami akan menyusul” (Hr. Tirmidzi; Hasan). 

3.       Jangan Berdoa Kepada Mayit
       Doa itu ibadah. Berdoa kepada mayit, siapapun dia, berarti beribadah kepada selain Allah. Beribadah kepada selain Allah itu perbuatan syirik yang menggugurkan semua amal shalih. Jagalah iman…! Jagalah tauhid…! Meminta-minta kepada mayit itu menyimpang jauh dari ajaran Islam, alias tersesat dari jalan yang lurus.
       Mari kita pegang teguh petunjuk dari Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad saw. Islam itu bukan kata si Polan dan si Polan, melainkan firman Allah dan sabda rasulNya. Dalam masalah ini, apa yang telah difirmankan Allah kepada rasulNya? Inilah firmanNya:
قُلْ إِنَّمَا أَدْعُوْ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا
“Katakanlah, sesungguhnya aku berdoa hanya kepada Tuhanku, dan tidak mensekutukan seorangpun denganNya” (Qs. Aljin/ 72: 20)
. 
4.       Jangan Minta didoakan oleh Mayit
       Mayit itu perlu didoakan, bukan malah diminta untuk mendoakan. Apabila kita minta didoakan, mintalah kepada orang yang masih hidup untuk mendoakan. Ini pernah dicontohkan oleh panutan kita,  nabi  Muhammad saw. Yaitu ketika Umar bin Khattab mau berangkat umrah dan minta izin kepada beliau, maka beliau berpesan:
لاَ تَنْسَنَا يَا أُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ
“Jangan lupakan kami, wahai saudaraku, dari doamu”. (Hr. Abu Dawud dan Tirmidzi; Hasan Shahih). Dalam hadits ini, beliau mengajarkan sikap tawadhu’ kepada para sahabatnya, dan pentingnya saling mendoakan satu sama lain.
       Sepeninggal rasulullah saw, ketika para sahabat mengalami paceklik kekurangan air, maka Umar bin Khattab bertawassul dengan cara minta didoakan oleh Abbas bin Abdul Mutthalib, paman nabi. Umar mengatakan:” Ya Allah, dahulu kami bertawassul dengan cara didoakan oleh nabiMu, lalu Engkau beri kami hujan. Sekarang kami bertawassul dengan cara didoakan oleh paman nabiMu. Maka berilah kami hujan”. Lalu mereka-pun diberi hujan. (Hr. Bukhari). Rasulullah saw sudah wafat, maka mereka minta didoakan oleh Abbas, bukan oleh Nabi. Kalau sekiranya minta didoakan oleh mayit itu dibolehkan, tentu para sahabat minta didoakan oleh nabi yang sudah wafat, bukan oleh Abbas yang masih hidup. Jadi, jangan minta didoakan oleh mayit.
  
5.       Jangan Meratap
       Meratap itu perbuatan tercela dan merupakan indikasi lemahnya kesabaran. Yakinlah, bahwa meratapi mayit tidak akan membuatnya hidup kembali. Justru sebaliknya, meratap membuat hati semakin kacau dan gundah, disamping mendapat dosa. Ibarat orang jatuh, masih ketiban tangga lagi. Yakinlah pula, bahwa kesabaran tidak membuat Anda mati. Justru sebaliknya, Anda tetap bisa berpikir jernih, memiliki semangat menjalani kehidupan, dan bisa mengatasi masalah, juga mendapat pahala besar yang Allah sediakan untuk hamba-hambaNya yang sabar.
       Nabi Muhammad saw pernah melihat seorang perempuan yang menagis di kuburan karena anak bayinya meninggal dunia. Maka beliau memberikan nasehat kepadanya dengan ungkapan:
اتّقِي اللهَ وَاصْبِرِيْ
“Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah” (Hr. Bukhari dan Muslim). Maka dari itu, kaum wanita dilarang ziarah kubur bila dikhawatirkan akan meratap.
  
6.       Jangan Duduk di atas Kuburan
       Hormatilah saudara kita, baik saat masih hidup atau sudah mati. Janganlah duduk pada posisi dimana jasadnya dibaringkan di dalam kubur. Ketika melintas, berjalanlah di sela-sela antara dua kuburan, dan janganlah menginjaknya. Ketika duduk, juga jangan di atasnya. Ambillah posisi di sampingnya, atau di sekelingmya.
       Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw:
لاَ تَجْلِسُوْا عَلَى الْقُبُوْرِ وَلاَ تُصَلُّوْا إِلَيْهَا
“Janganlah kalian duduk di atas kuburan, dan jangan pula shalat padanya” (Hr. Muslim).
Mari berziarah kubur sesuai tuntunan syariat Islam. Mari kita perbaiki bersama kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi selama ini. Semoga kita dan ahli kubur kita diampuni dan dirahmati Allah. Amin.