Selasa, 01 Januari 2013

Sikap Mulia Ketika Dihina

Sikap Mulia Ketika Dihina
H. ARWANI AMIN, LC

Siapa orang yang tidak pernah dihina? Mungkin tidak ada. Jangankan orang yang benar-benar hina, orang yang paling muliapun tak luput dari penghinaan. Yaitu nabi kita Muhammad saw. Ia pernah dituduh sebagai  tukang sihir, pemecah belah persatuan, orang gila, pendusta, dan tudahan-tuduhan miring lainnya. Sampai-sampai, istri beliau – Aisyah binti Abu bakr – pernah diisukan berbuat selingkuh.  Oleh siapa? Oleh orang-orang munafik dan sebagian kaum muslimin  yang termakan isu.

Oleh sebab itu, jangan tergores kebahagiaan Anda hanya karena dihina. Dan, jangan biarkan hati menjadi keruh dan jangan biarkan hidup menjadi pahit karenanya. Telaga yang luas itu, airnya tidak mudah berubah rasanya. Dan lautan yang dalam itu tidak akan menjadi keruh karena lemparan batu.

Berbahagialah orang yang tetap mimiliki sikap mulia walau sedang dihina. Dalam hal ini, Syaikh Aidh al-Qarni telah menawarkan tujuh pilihan cerdas, sebagai modal utama kita untuk menjadi orang-orang yang berjiwa besar dan berlimpah bahagia.  

1.       Maafkan

Kita senang dimaafkan, bila kita bersalah. Setidaknya hal ini cukup menjadi alasan bagi kita untuk memaafkan saudara kita. Apa ruginya menyenangkan orang lain dengan cara memaafkannya? Apalagi memaafkan itu terhitung shadaqah. “Siapa yang memafkan dan berbuat baik, maka pahalanya ditanggung Allah” (Qs. As-Syra/42:40)

Memaafkan itu sikap mulia. Terlebih di saat Anda mampu membalas. Ingatlah, saat Anda berbuat maksiat, sesungguhnya Allah maha kuasa mengadzab Anda seketika itu juga. Namun Allah memiliki sifat “Pemaaf dan suka memaafkan”. Ia mengampuni hambanya yang  bertaubat dan memperbaiki diri.

Kokohkan keperibadian dan gapailah derajat mulia dengan memberi maaf. Bergabunglah dengan kafilah orang-orang bertaqwa yang dipimpin oleh para nabi dan rasul Allah. Diantara ciri utama mereka adalah mau memaafkan sesama. Alqur’an menyebutkan:

وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ

“dan orang-orang yang memaafkan sesama” (Qs. Ali Imran /3:134).

2.       Padamkan Api Permusuhan

Jangan membalas penghinaan dengan penghinaan. Jangan membalas kata-kata kotor dengan yang sama. Karena hal itu akan semakin mengobarkan kebencian dan permusuhan. Lidah, dua bibir, dan pita suara itu nikmat besar dari Allah. Muliakanlah anugerah tersebut. Gunakan untuk berkata baik. Kalau tidak bisa, karena kebencian dan luapan amarah umpamanya, maka lebih baik diam. Dengan begitu, kita selamat dari penyesalan di kemudian hari.

Kalau ada cara yang baik untuk menjawab, dan ada cara yang lebih baik, maka jangan gunakan cara yang baik, tapi gunakan cara yang lebih baik. Karena sesungguhnya setan itu menyukai kalimat-kalimat penghinaan untuk menebarkan permusuhan. Tutuplah rapat-rapat celah ini agar pesaudaraan dan ukhuwah tetap terjaga. Allah berfirman:

وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا

“Dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik.  Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. (Qs. Al-isra/ 17: 53).

3.       Sadari Kesalahan

Celaan dan hujatan orang yang membenci kita, boleh jadi lebih jujur dibanding kawan yang suka memeuji-muji kita untuk menjilat atau mencari muka. Kata imam Ghazali, diantara cara untuk mengetahui kesalahan dan aib diri sendiri adalah dengan  mendengarkan komentar-komentar musuh. Karena, biasanya musuh itu mencari-cari kesalahan sampai yang sekecil-kecilnya. Siapa tahu ada komentarnya yang benar.

Umar bin Khattab pernah mengatakan: “Semoga Allah mengasihi orang yang menunjukkan aib-aibku kepadaku”. Selain itu, kalau Anda menganggap penghinaan itu sebagai musibah, maka ketahuilah bahwa tidaklah musibah itu menimpa kita melainkan disebabkan dosa dan kesalahan kita, baik yang kita sadari atau tidak kita sadari. Lebih baik kita perbanyak istighfar dan memperbaiki diri. Allah swt berfirman:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kalian, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).(Qs. As-Syura/ 42:30).

Ya, sebagian besar kesalahan kita dimaafkan oleh Allah. Apa jadinya kalau Allah tidak memaafkan? Tentu lebih banyak lagi musibah yang menimpa kita.

4.       Raihlah Ampunan

Ada kabar gembira dari rasulullah saw untuk orang-orang yang sabar menghadapi gangguan. Yaitu penghapusan terhadap sebagian dari dosa-dosanya. Bukankah penghinaan itu merupakan gangguan?  Mari kita sikapi dengan kesabaran dan raihlah ampunan dari Allah...!  Rasulullah saw bersabda:

مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ، وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمِّ، وَلاَ حُزْنٍ، وَلاَ أَذًى، وَلاَ غَمِّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا؛ إِلاَّ كَفَّرَ الله بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesedihan,  gangguan,  atau kegelisahan, hingga terkena duri, melainkan dengannya Allah menghapuskan diantara dosa-dosanya” (Hr. Bukhari dan Muslim).

5.       Sikapi dengan Ridha

Tidak ada satupun kejadian yang luput dari pantauan Allah dan ketentuannya. Semua terjadi dengan izinNya. Penghinaan yang telah menimpa kita, bukan salah alamat. Allah menggiringnya kepada kita untuk menguji kita dan membersihkan kita dari karat-karat yang mengotori. Seperti logam, bila dipanaskan maka akan menjadi jelas mana yang emas dan mana yang besi rongsokan.

Allah maha bijaksana. Allah maha adil. Allah maha tahu apa yang baik buat kita. Maka dari itu, kita sikapi ketentuan dan takdirnya dengan penuh keridhaan hati. Rasulullah saw bersabda:

وَاعْلَمْ : أنَّ مَا أَخْطَأكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبكَ ، وَمَا أصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ

“Ketahuilah, bahwa apa yang luput darimu memang sudah seharusnya tidak menimpamu. Dan apa yang telah menimpamu, sudah seharusnya tidak luput darimu” (Hr. Baihaqi; Shahih).

6.       Bersyukurlah

Kok? Masak kita dihina dan dicerca malah bersyukur? Silakan pilih mana yang lebih engkau sukai, menjadi tukang mengolok-olok atau menjadi orang yang diolok-olok? Menjadi pencuri sendal atau yang dicuri sendanya?. Ya, kita bersyukur kepada Allah yang menjauhkan kita dari perilaku caci maki. Karena orang yang suka mengumpat dan mencaci maki akan menuai kesengsaraan. Allah swt berfirman:

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”.(Qs. Al-humazah/104:1)

7.       Kasihani Dia

Orang yang banyak menyakiti sesama perlu dikasihani. Sebab, perlikaunya tersebut akan mencelakakan dirinya. Bila kita bisa membantu untuk menyembuhkan penyakit mentalnya, lakukanlah. Maka dari itu, tetap berbuat baiklah kepadanya, sebagaimana Abu Bakr tetap menyantuni orang yang pernah ikut-ikutan menuduh Aisyah binti Abu Bakr berbuat zina.

Nabi Yusuf as tidak menaruh dendam kepada saudara-saudaranya yang pernah membuangnya ke dalam sumur. Di saat mereka kesulitan ekonomi dan bertemu kembali dengan nabi Yusuf yang waktu itu menjadi pejabat tinggi di Mesir sebagai bendahara negara, ia berkata kepada mereka:

لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

"Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian. Mudah-mudahan Allah mengampuni kalian, dan Dia adalah Maha Penyayang diantara Para Penyayang". (Qs. Yusuf/12: 92).

Begitulah orang-orang besar. Sikapnya tetap mulia walau dihina. Mari bergabung dengan mereka.

5 komentar: