Sikap
Mulia Ketika Dihina
Siapa orang yang tidak pernah
dihina? Mungkin tidak ada. Jangankan orang yang benar-benar hina, orang yang
paling muliapun tak luput dari penghinaan. Yaitu nabi kita Muhammad saw. Ia pernah
dituduh sebagai tukang sihir, pemecah
belah persatuan, orang gila, pendusta, dan tudahan-tuduhan miring lainnya.
Sampai-sampai, istri beliau – Aisyah binti Abu bakr – pernah diisukan berbuat
selingkuh. Oleh siapa? Oleh orang-orang
munafik dan sebagian kaum muslimin yang
termakan isu.
Oleh sebab itu, jangan tergores
kebahagiaan Anda hanya karena dihina. Dan, jangan biarkan hati menjadi keruh
dan jangan biarkan hidup menjadi pahit karenanya. Telaga yang luas itu, airnya
tidak mudah berubah rasanya. Dan lautan yang dalam itu tidak akan menjadi keruh
karena lemparan batu.
Berbahagialah orang yang tetap
mimiliki sikap mulia walau sedang dihina. Dalam hal ini, Syaikh Aidh al-Qarni
telah menawarkan tujuh pilihan cerdas, sebagai modal utama kita untuk menjadi
orang-orang yang berjiwa besar dan berlimpah bahagia.
1.
Maafkan
Kita senang dimaafkan, bila kita
bersalah. Setidaknya hal ini cukup menjadi alasan bagi kita untuk memaafkan
saudara kita. Apa ruginya menyenangkan orang lain dengan cara memaafkannya?
Apalagi memaafkan itu terhitung shadaqah. “Siapa yang memafkan dan berbuat
baik, maka pahalanya ditanggung Allah” (Qs. As-Syra/42:40)
Memaafkan itu sikap mulia.
Terlebih di saat Anda mampu membalas. Ingatlah, saat Anda berbuat maksiat,
sesungguhnya Allah maha kuasa mengadzab Anda seketika itu juga. Namun Allah
memiliki sifat “Pemaaf dan suka memaafkan”. Ia mengampuni hambanya yang bertaubat dan memperbaiki diri.
Kokohkan keperibadian dan gapailah
derajat mulia dengan memberi maaf. Bergabunglah dengan kafilah orang-orang
bertaqwa yang dipimpin oleh para nabi dan rasul Allah. Diantara ciri utama
mereka adalah mau memaafkan sesama. Alqur’an menyebutkan:
وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ
“dan orang-orang yang memaafkan
sesama” (Qs. Ali Imran /3:134).
2.
Padamkan
Api Permusuhan
Jangan membalas penghinaan dengan
penghinaan. Jangan membalas kata-kata kotor dengan yang sama. Karena hal itu
akan semakin mengobarkan kebencian dan permusuhan. Lidah, dua bibir, dan pita
suara itu nikmat besar dari Allah. Muliakanlah anugerah tersebut. Gunakan untuk
berkata baik. Kalau tidak bisa, karena kebencian dan luapan amarah umpamanya,
maka lebih baik diam. Dengan begitu, kita selamat dari penyesalan di kemudian
hari.
Kalau ada cara yang baik untuk
menjawab, dan ada cara yang lebih baik, maka jangan gunakan cara yang baik,
tapi gunakan cara yang lebih baik. Karena sesungguhnya setan itu menyukai
kalimat-kalimat penghinaan untuk menebarkan permusuhan. Tutuplah rapat-rapat
celah ini agar pesaudaraan dan ukhuwah tetap terjaga. Allah berfirman:
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي
هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ
لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا
“Dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang lebih baik. Sesungguhnya syaitan
itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagi manusia. (Qs. Al-isra/ 17: 53).
3.
Sadari
Kesalahan
Celaan dan hujatan orang yang
membenci kita, boleh jadi lebih jujur dibanding kawan yang suka memeuji-muji
kita untuk menjilat atau mencari muka. Kata imam Ghazali, diantara cara untuk
mengetahui kesalahan dan aib diri sendiri adalah dengan mendengarkan komentar-komentar musuh. Karena,
biasanya musuh itu mencari-cari kesalahan sampai yang sekecil-kecilnya. Siapa
tahu ada komentarnya yang benar.
Umar bin Khattab pernah
mengatakan: “Semoga Allah mengasihi orang yang menunjukkan aib-aibku kepadaku”.
Selain itu, kalau Anda menganggap penghinaan itu sebagai musibah, maka
ketahuilah bahwa tidaklah musibah itu menimpa kita melainkan disebabkan dosa
dan kesalahan kita, baik yang kita sadari atau tidak kita sadari. Lebih baik
kita perbanyak istighfar dan memperbaiki diri. Allah swt berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ
فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kalian, maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).(Qs. As-Syura/ 42:30).
Ya, sebagian besar kesalahan kita dimaafkan oleh Allah. Apa jadinya kalau Allah
tidak memaafkan? Tentu lebih banyak lagi musibah yang menimpa kita.
4.
Raihlah
Ampunan
Ada kabar gembira dari rasulullah
saw untuk orang-orang yang sabar menghadapi gangguan. Yaitu penghapusan
terhadap sebagian dari dosa-dosanya. Bukankah penghinaan itu merupakan
gangguan? Mari kita sikapi dengan
kesabaran dan raihlah ampunan dari Allah...! Rasulullah saw bersabda:
مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ، وَلاَ وَصَبٍ،
وَلاَ هَمِّ، وَلاَ حُزْنٍ، وَلاَ أَذًى، وَلاَ غَمِّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ
يُشَاكُهَا؛ إِلاَّ كَفَّرَ الله بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa
keletihan, penyakit, kesedihan,
gangguan, atau kegelisahan,
hingga terkena duri, melainkan dengannya Allah menghapuskan diantara
dosa-dosanya” (Hr. Bukhari dan Muslim).
5.
Sikapi
dengan Ridha
Tidak ada satupun kejadian yang
luput dari pantauan Allah dan ketentuannya. Semua terjadi dengan izinNya.
Penghinaan yang telah menimpa kita, bukan salah alamat. Allah menggiringnya
kepada kita untuk menguji kita dan membersihkan kita dari karat-karat yang
mengotori. Seperti logam, bila dipanaskan maka akan menjadi jelas mana yang
emas dan mana yang besi rongsokan.
Allah maha bijaksana. Allah maha
adil. Allah maha tahu apa yang baik buat kita. Maka dari itu, kita sikapi
ketentuan dan takdirnya dengan penuh keridhaan hati. Rasulullah saw bersabda:
وَاعْلَمْ : أنَّ مَا أَخْطَأكَ لَمْ يَكُنْ
لِيُصِيبكَ ، وَمَا أصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ
“Ketahuilah, bahwa apa yang luput
darimu memang sudah seharusnya tidak menimpamu. Dan apa yang telah menimpamu,
sudah seharusnya tidak luput darimu” (Hr. Baihaqi; Shahih).
6.
Bersyukurlah
Kok? Masak kita dihina dan
dicerca malah bersyukur? Silakan pilih mana yang lebih engkau sukai, menjadi
tukang mengolok-olok atau menjadi orang yang diolok-olok? Menjadi pencuri
sendal atau yang dicuri sendanya?. Ya, kita bersyukur kepada Allah yang menjauhkan
kita dari perilaku caci maki. Karena orang yang suka mengumpat dan mencaci maki
akan menuai kesengsaraan. Allah swt berfirman:
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”.(Qs. Al-humazah/104:1)
7.
Kasihani
Dia
Orang yang banyak menyakiti
sesama perlu dikasihani. Sebab, perlikaunya tersebut akan mencelakakan dirinya.
Bila kita bisa membantu untuk menyembuhkan penyakit mentalnya, lakukanlah. Maka
dari itu, tetap berbuat baiklah kepadanya, sebagaimana Abu Bakr tetap
menyantuni orang yang pernah ikut-ikutan menuduh Aisyah binti Abu Bakr berbuat
zina.
Nabi Yusuf as tidak menaruh
dendam kepada saudara-saudaranya yang pernah membuangnya ke dalam sumur. Di
saat mereka kesulitan ekonomi dan bertemu kembali dengan nabi Yusuf yang waktu
itu menjadi pejabat tinggi di Mesir sebagai bendahara negara, ia berkata kepada
mereka:
لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ
يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
"Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian. Mudah-mudahan Allah
mengampuni kalian, dan Dia adalah Maha Penyayang diantara Para Penyayang".
(Qs. Yusuf/12: 92).
Begitulah orang-orang besar. Sikapnya tetap mulia walau dihina. Mari
bergabung dengan mereka.
subhanallah
BalasHapusizin share min..
BalasHapusIjin share admin..
BalasHapusIjin share admin..
BalasHapusterimakasih banyak atas pencerahannya, subhanalloh..
BalasHapus